Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

JPU Banding Putusan Hakim Ringankan Vonis SDG Terdakwa Pencabulan Anak 8 Tahun Penjara

Wednesday, August 9, 2023 | 11:25 PM WIB | 0 Views Last Updated 2023-08-10T06:25:11Z


GUNUNGSITOLI (Topsumut.Co)  -  Kejaksaan Negeri Gunungsitoli secara resmi melakukan banding atas putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Gunungsitoli terhadap terdakwa Syukur Deseliman Gulo (SDG) yang terlibat kasus pencabulan anak dibawah umur di Kabupaten Nias Barat.


Hal itu disampaikan oleh Kepala Kejari Gunungsitoli melalui Kepala Seksi Pidum (Bowoaro Gulo. SH) kepada wartawan dikantornya. Selasa (9/8/2023) kemarin


"Berdasarkan vonis PN Gunungsitoli kita telah mengajukan Memori banding atas putusan Majelis Hakim PN Gunungsitoli, yang sebelumnya terdakwa di tuntut 14 tahun 6 bulan penjara, namun vonis yang di gelar Majelis Hakim PN Gunungsitoli yakni memvonis terdakwa 8 tahun penjara.", Ungkapnya. 


Bowoaro menambahkan bahwa keluarga korban kasus pencabulan tidak terima dan merasa keberatan atas vonis yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri ( PN) Gunungsitoli vonis 8 tahun penjara kepada Syukur Deseliman Gulo (SDG), terdakwa percabulan anak di bawah umur di Nias Barat, keluarga korban bersama jaksa penuntut umum (JPU) mengajukan banding.


Dalam memori banding itu, lanjut dia, Adapun alasan-alasan yang diajukan JPU untuk menyatakan banding terhadap putusan PN ialah keberatan dengan vonis yang dijatuhkan terhadap terdakwa 8 tahun penjara lebih ringan dari tuntutan JPU sebelumnya. 


"Pertama terdakwa telah dinyatakan oleh hakim bersalah melakukan tindak pidana melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya yang dilakukan oleh orang tua wali, pengasuh anak, pendidik, atau tenaga kependidikan yang dilakukan terus menerus sebagai perbuatan yang berlanjut.


Sebagaimana melanggar pasal 81 ayat (3) jo.pasal 76D UU RI No 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo pasal 64 ayat (1) KUHP sebagaimana dalam surat dakwaan kesatu primer.


Bahwa penuntut umum, pada kasus perkara ini dalam membuktikan surat dakwaan telah menghadirkan saksi-saksi di antaranya korban GMT, dimana terhadap keterangan saksi- saksi tersebut, terdakwa tidak membenarkan adanya persetubuhan yang dilakukannya terhadap korban.


Selanjutnya, bahwa perbuatan terdakwa dilakukan dengan unsur pemberatan, yakni sebagai pengasuh anak. Sehingga masuk dalam kualifikasi sebagaimana diatur dalam pasal 81 ayat (3) Jo pasal 76 D UU RI No 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 1 Tahun 2016 Perubahan Kedua atas UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.


Selain itu, majelis hakim dalam putusannya mempertimbangkan keadaan yang memberatkan bagi terdakwa, yakni perbuatan terdakwa dilakukan berulang ulang kali.


Hal tersebut juga termuat dalam putusan yang menyatakan terdakwa telah menyetubuhi korban sebanyak 5 kali, yaitu sejak mulai 25 Februari 2020- Mei 2022, namun dalam penjatuhan hukuman yang diberikan pidana bagi terdakwa tidak mencerminkan keadilan bagi korban.


Kemudian, bahwa akibat dari perbuatan terdakwa tersebut korban sering menangis dan mengurung diri di kamarnya serta merasakan trauma yang mendalam.


Selain itu, orang tua korban merasa sangat malu, menjadi jatuh sakit akibat dari kejadian yang menimpa korban.


Ditambahkan, pada saat dilakukan pemeriksaan terhadap SDG, tidak mengakui dan tidak menyesali perbuatannya sehingga termasuk keadaan yang memberatkan bagi terdakwa.


Namun majelis hakim dalam putusannya sama sekali tidak ada mempertimbangkan keadaan memberatkan tersebut bagi terdakwa.


Hal itu termuat pada putusannya yang hanya mempertimbangkan keadaan memberatkan bagi terdakwa, yakni perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat dan perbuatannya dilakukan berkali kali


Dia menuturkan berdasarkan memori banding maka tuntutan yang diajukan JPU yaitu menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena dengan pidana penjara selama 14 tahun dikurangkan sepenuhnya selama terdakwa menjalani masa tahanan sementara dan denda Rp 3 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan telah memenuhi rasa keadilan baik bagi korban, orangtua korban, dan terdakwa sendiri.


"Kami penuntut umum memohon supaya PT Medan menerima permohonan banding ini", Pinta Bowoaro


(Tim Cobra)

No comments:

Post a Comment

×
Berita Terbaru Update